Pencemaran
udara dapat disebabkan oleh sumber alami maupun sebagai hasil aktivitas manusia. Pada umumnya
pencemaran
yang diakibatkan oleb sumber alami sukar diketahui besarnya, walaupun
demikian masih mungkin kita memperkirakan banyaknya polutan udara dan
aktivitas ini. Polutan udara sebagai hasil aktivitas manusia, umumnya
lebih mudah diperkirakan banyaknya, terlebih lagi jika diketahui jenis
bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya aktivitas tersebut,
serta spesifikasi satuan operasi yang digunakan dalam proses maupun
pasca prosesnya. Selain itu sebaran polutan ke atmosfir dapat pula
diperkirakan dengan berbagai macam pendekatan. Bagaimana cara
memperkirakan banyaknya polutan yang keluar dari sistem operasi
tertentu, serta pendekatan yang digunakan untuk memprediksi sebaran
polutan tersebut ke atmosfir akan diuraikan pada pembahasan berikut ini.
Proses Pencemaran Udara
Semua spesies
kimia
yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang "bersih" disebut
kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat
mengakibatkan efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini
terjadi, kontaminan disebat cemaran (pollutant).
Cemaran udara
diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau
dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder.
Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari
sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh
proses kimia di atmosfer.
Sumber cemaran dari aktivitas manusia
(antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik,
instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara primer ke
atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu: sumber tetap
(stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar
fosil, pabrik,
rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.
Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari 90%
pencemaran udara global adalah:
a. Karbon monoksida (CO),
b. Nitrogen oksida (Nox),
c. Hidrokarbon (HC),
d. Sulfur oksida (SOx)
e. Partikulat.
Selain cemaran primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang memberikan dampak sekunder terhadap komponen
lingkungan
ataupun cemaran yang dihasilkan akibat transformasi cemaran primer
menjadi bentuk cemaran yang berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang
dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal, regional maupun global
yaitu:
a. CO2 (karbon monoksida),
b. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog),
c. Hujan asam,
d. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon),
e. CH4 (metana).
Unsur-unsur Pencemar Udara
a. Karbon monoksida (CO)
Pencemaran
karbon monoksida berasal dari sumber alami seperti: kebakaran hutan,
oksidasi dari terpene yang diemisikan hutan ke atmosfer, produksi CO
oleh vegetasi dan kehidupan di laut. Sumber CO lainnya berasal dari
sumber antropogenik yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil yang
memberikan sumbangan 78,5% dari emisi total. Pencemaran dari sumber
antropogenik 55,3% berasal dari pembakaran bensin pada otomotif.
b. Nitrogen oksida (NOx)
Cemaran
nitrogen oksida yang penting berasal dari sumber antropogenik yaitu: NO
dan NO2. Sumbangan sumber antropogenik terhadap emisi total ± 10,6%.
c. Sulfur oksida (SOX)
Senyawa sulfur di atmosfer terdiri dari H2S, merkaptan, SO2, SO3, H2SO4
garam-garam
sulfit, garam-garam sulfat, dan aerosol sulfur organik. Dari cemaran
tersebut yang paling penting adalah SO2 yang memberikan sumbangan ± 50%
dari emisi total. Cemaran garam sulfat dan sulfit dalam bentuk aerosol
yang berasal dari percikan air laut memberikan sumbangan 15% dari emisi
total.
d. Hidrokarbon (HC)
Cemaran hidrokarbon yang
paling penting adalah CH4 (metana) + 860/ dari emisi total hidrokarbon,
dimana yang berasal dari sawah 11%, dari rawa 34%, hutan tropis 36%,
pertambangan dan lain-lain 5%. Cemaran hidrokarbon lain yang cukup
penting adalah emisi terpene (a-pinene p-pinene, myrcene, d-Iimonene)
dari tumbuhan ± 9,2 % emisi hidrokarbon total. Sumbangan emisi
hidrokarbon dari sumber antrofogenik 5% lebih kecil daripada yang
berasal dari pembakaran bensin 1,8%, dari insineratc dan penguapan
solvent 1,9%.
Cemaran partikulat meliputi partikel dari ukuran molekul s/d > 10 μm.
Partikel
dengan ukuran > 10 μm akan diendapkan secara gravitasi dari
atmosfer, dan ukuran yang lebih kecil dari 0,1 μm pada umumnya tidak
menyebabkan masalah lingkungan. Oleh karena itu cemaran partikulat yang
penting adalah dengan kisaran ukuran 0,1 - 10 μm. Sumber utama
partikulat adalah pembakaran bahan bakar ± 13% - 59% dan insinerasi.
Emisi
cemaran CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar dan sumber alami.
Sumber cemaran antropogenik utama adalah pembakaran batubara 52%, gas
alam 8,5%, dan kebakaran hutan 2,8%
Metana
merupakan cemaran gas yang bersama-sama dengan CO2, CFC, dan N2O
menyebabkan efek rumah kaca sehingga menyebabkan pemanasan global.
Sumber cemaran CH4 adalah sawah (11%), rawa (34%), hutan tropis (36%),
pertambangan dll (5%). Efek rumah kaca dapat dipahami dari Gambar 30.
Sinar matahari yang masuk ke atmosfer sekitar 51% diserap oleh permukaan
bumi dan sebagian disebarkan serta dipantulkan dalam bentuk radiasi
panjang gelombang pendek (30%) dan sebagian dalam bentuk radiasi
inframerah (70%). Radiasi inframerah yang dipancarkan oleh permukaan
bumi tertahan oleh awan. Gas-gas CH4, CFC, N2O, CO2 yang berada di
atmosfer mengakibatkan radiasi inframerah yang tertahan akan meningkat
yang pada gilirannya akan mengakibatkan pemanasan global.
h. Asap kabut fotokimia
Asap
kabut merupakan cemaran hasil reaksi fotokimia antara O3, hidrokarbon
dan NOX membentuk senyawa baru aldehida (RHCO) dan Peroxy Acil Nitrat
(PAN) (RCNO5).
Bila konsentrasi cemaran NOx dan SOX di atmosfer tinggi, maka akan diubah menjadi HNO3 dan H2SO4.
Adanya hidrokarbon, NO2, oksida logam Mn (II), Fe (II), Ni (II), dan Cu (II) mempercepat reaksi SO2 menjadi H2SO4.
HNO3 dan H2SO4 bersama-sama dengan HCI dari emisi HCI menyebabkan derajad keasaman (pH) hujan menjadi rendah <>
Pencemaran Udara Ambien
Kualitas
udara
ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif cemaran udara
terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh: (1)
kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran; (2) proses transportasi,
konversi dan penghilangan cemaran di atmosfer.
Kualitas udara
ambien akan menentukan dampak negatif cemaran udara terhadap kesehatan
masyarakat dan kesejahteraan masyarakat (tumbuhan, hewan, material dan
Iain-Iainnya)
Informasi mengenai efek pencemaran udara terhadap
kesehatan
berasal dari data pemaparan pada binatang, kajian epidemiologi, dan
pada kasus yang terbatas kajian pemaparan pada manusia. Penelitian
secara terus menerus dilakukan dengan tujuan:
(1) Menetapkan secara lebih baik konsentrasi dimana efek negatif dapat dideteksi,
(2) Menentukan korelasi antara respon manusia dan hewan terhadap cemaran,
(3) Mendapatkan informasi epidemiologi lebih banyak, dan
(4) Menjembatani gap informasi dan mengurangi ketidakpastian baku mutu yang sekarang diberlakukan.
Baku
mutu kualitas udara lingkungan/ambien ditetapkan untuk cemaran yaitu:
O3 (ozon), CO (karbon monoksida), NOX (nitrogen oksida), SO2 (sulfur
oksida), hidrokarbon non-metana, dan partikulat. Baku Mutu Kualitas
Udara Nasional Amerika (Tabel 13) yang telah dikaji oleh National
Academics of Science and Environmental Protection Agency (NEPA)
menetapkan baku mutu primer dan baku mutu sekunder.
Baku mutu
primer ditetapkan untuk melindungi pada batas keamanan yang mencukupi
(adequate margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum
ditetapkan untuk melindungi sebagian masyarakat (15- 20%) yang rentan
terhadap pencemaran udara. Baku mutu sekunder ditetapkan untuk
melindungi kesejahteraan masyarakat (material, tumbuhan, hewan) dari
setiap efek negatif pencemaran udara yang telah diketahui atau yang
dapat diantisipasi.
Berdasarkan baku mutu kualitas udara ambien
ditentukan baku mutu emisi berdasarkan antisipasi bahwa dengan emisi
cemaran dibawah baku mutu dan adanya proses transportasi, konversi, dan
penghilangan cemaran maka kualitas udara ambien tidak akan melampaui
baku mutunya. Salah satu contoh baku mutu emisi adalah untuk Pembangkit
Daya Uap dengan Bahan Bakar Batubara.
Faktor emisi
Apabila
sejumlah tertentu bahan bakar dibakar, maka akan keluar sejumlah
tertentu gas hasil pembakarannya. Sebagai contoh misalnya batu bara yang
umumnya. ditulis dalam
rumus kimianya
sebagai C (karbon), jika dibakar sempurna dengan 02 (oksigen) akan
dihasilkan CO2 (karbon dioksida). Namun pada kenyataannya tidaklah
demikian.
Ternyata untuk setiap batubara yang dibakar dihasilkan pula
produk
lain selain CO2, yaitu CO2 (karbon monoksida), HCHO (aldehid), CH4
(metana), NO2 (nitrogen dioksida), SO2 (sulfur dioksida) maupun Abu.
Produk hasil pembakaran selain CO2 tersebut, umumnya disebut sebagai polutan (zat pencemar).
Faktor
emisi disini didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang
dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar se/ama kurun waktu
tertentu. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa jika faktor emisi
sesuatu polutan diketahui, maka banyaknya polutan yang lolos dari proses
pembakarannya dapat diketahui jumlahnya persatuan
waktu.
Sebaran polutan
Polutan yang diemisikan dari sistem akan tersebar ke atmosfer.
Konsentrasi polutan di
udara
sebagai hasil sebaran polutan dari sumber emisi dapat diperkirakan
dengan berbagai pendekatan, diantaranya adalah dengan model kotak hitam
(black box model), model distribusi normal Gaussian (Gaussian Model),
dan model lainnya.
Plume rise (kenaikan kepulan asap)
Gerakan
ke atas dari kepulan gas dari ketinggian cerobong (stack), hingga asap
mengalir secara horisontal dikenal sebagai "plume rise" atau kenaikan
kepulan asap. Kenaikan ini disebabkan adanya momentum akibat kecepatan
vertikal gas maupun perbedaan suhu "flue gas" dengan udara ambien.
Karena adanya plume rise ini, tinggi stack secara fisik tidak dapat
digunakan pada persamaan Gauss.
Sebagai gantinya, tinggi stack perlu ditambah dengan tinggi kenaikan kepulan asap sehingga dikenal adanya tinggi stack efektif.
Korelasi Antara Pencemaran Udara dan Kesehatan
Pencemaran
udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui
berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai
faktor pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi,
orang tua dan golongan berpenghasilan rendah yang biasanya tinggal di
kota-
kota besar dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk. Menelaah korelasi antara
pencemaran udara dan
kesehatan, cukup sulit. Hal ini karena:
1. Jumlah dan jenis zat pencemar yang bermacam -macam.
2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang dapat menimbulkan bahaya pada konsentrasi yang sangat rendah.
3. Interaksi sinergestik di antara
zat-
zat pencemar.
4.
Kesulitan dalam mengisolasi faktor tunggal yang menjadi penyebab,
karena manusia terpapar terhadap sejumlah banyak zat-zat pencemar yang
berbahaya untuk jangka waktu yang sudah cukup lama.
5. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat dipercaya.
6.
Penyebab jamak dan masa inkubasi yang lama dari penyakitpenyakit
(misalnya: emphysema, bronchitis kronik, kanker, penyakit jantung).
7. Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke manusia.
Terdapat
korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis
kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan
tertinggi sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun akan tetapi
sulfur oksida, asam sulfur, partikulat, dan nitrogen dioksida telah
menunjukkan sebagai penyebab dan pencetusnya asthma brochiale,
bronchitis menahun dan emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di
Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bahwa bronchitis kronik
menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 40-60 tahun
dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah
perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara
pencemaran
udara dan kesehatan ataupun timbulnya penyakit yang disebabkannya
sebetulnya masih belum dapat diterangkan dengan jelas betul dan
merupakan problema yang sangat komplek. Banyak faktor-faktor lain yang
ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun dari data statistik dan
epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.
Pada
umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna
daripada data mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan
fisiologik pada
kehidupan
manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda penyakit dapat
dilihat atau pun dirasa, sebagai akibat dari pencemaran udara, jelas
lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan mestinya telah perlu
dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin.
WHO Inter Regional
Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah
menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara dalam hubungan
dengan akibatnya terhadap
kesehatan/
lingkungan sebagai berikut:
Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat
II : Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca
indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan
atau akibat-akibat lain yang merugikan pada
lingkungan (adverse level).
Tingkat
III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada fungsi-fungsi
faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit
menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap
kesehatan
adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas,
jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah
sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada
orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas anggotaanggota tentara
penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya penyakit
jantung, paru dan sebagainya.
Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan komparatif antara
daerah-
daerah
dengan pencemaran udara hebat dan ringan, dengan juga memperhitungkan
faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh (misalnya udara, kebiasaan
makan, merokok, data meteorologik, dan sebagainya).
Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara
Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh pencemaran udara adalah:
1)
Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama.
Hal ini membuktikan bahwa prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam
pekerjaan sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi penurunan
40% dari angka mortalitas.
2) Emphysema pulmonum.
3) Bronchopneumonia.
4) Asthma bronchiale.
5) Cor pulmonale kronikum.
Di
daerah industri di Republik Ceko umpamanya, dapat ditemukan prevalensi
tinggi penyakit ini. Demikian juga di India bagian utara di mana
penduduk tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa jendela dan menggunakan
kayu api untuk pemanas rumah.
6) Kanker paru. Stocks &
Campbell menemukan mortalitas pada nonsmokers di daerah perkotaan 10
kali lebih besar daripada daerah pedesaan.
7) Penyakit jantung, juga ditemukan 2 kali lebih besar morbiditasnya di
daerah
dengan pencemaran udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat
menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi bila telah ada tanda-tanda
penyakit jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO terhadap hemoglobin
adalah 210 kali lebih besar daripada O2 sehingga bila kadar COI-Ib sama
atau lebih besar dari 50%, akin dapat terjadi nekrosis otot jantung.
Kadar lebih rendah dari itu pun telah dapat mengganggu faal jantung.
Scharf dkk (1974) melaporkan suatu kasus dengan infark myocard
transmural setelah terkena CO.
8) Kanker lambung, ditemukan 2 kali Iebih banyak pada daerah dengan pencemaran tinggi.
9) Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya banyak juga dihubungkan dengan
pencemaran
udara. Juga gangguan pertumbuhan anak dan kelainan hematologik pernah
diumumkan. Di Rusia pernah ditemukan hambatan pembentukan antibodi
terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat pencemaran
tinggi, sedangkan di daerah lain pembentukannya normal.
Di Jepang sekarang secara resmi telah diakui oleh
pemerintah pusat maupun
daerah, sejumlah 7 macam
penyakit yang berhubungan dengan
pencemaran (pollution related diseases). yaitu:
Bronchitis kronika
Asthma bronchiale
Asthrnatik bronchitis
Emphysema pulmonum dan komplikasinya
Minamata disease (karena pencemaran air dengan methyl-Hg)
Itai-itai disease (karena keracunan cadmium khronik)
Chronic arsenik poisoning (pencemaran air dan udara di tambangtambang AS).
Orang-orang
dengan keterangan sah menderita penyakit ini, yang dianggap disebabkan
oleh salah satu macam bahaya pencemaran, akan mendapat kompensasi akibat
kerugian dan
biaya perawatan dari penyakitnya oleh polluters.
Pengolahan Limbah Gas
Ada
beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan buangan
gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah absorbsi, pembakaran,
penyerap ion, kolam netralisasi dan pembersihan partikel.
Pilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut:
– Jenis bahan pencemar (polutan)
– Komposisi
– Konsentrasi
– Kecepatan air polutan
– Daya racun polutan
– Berat jenis
– Reaktivitas
Desain peralatan disesuaikan dengan variabel tersebut untuk memperoleh tingkat efisiensi yang maksimum.
Kesulitannya sering terbentuk pada persediaan alat di pasaran.
Pilihan
desain yang diinginkan tidak sesuai dengan kondisi limbah, sebab itu
harus dibentuk desain baru. Kemampuan untuk mendesain peralatan
membutuhkan keahlian tersendiri dan ini merupakan masalah tersendiri
pula.
Di samping itu ada faktor lain yang harus dipertimbangkan
yaitu nilai ekonomis peralatan. Tidakkah peralatan mencakup sebagian
besar investasi yang tentu harus dibebankan pada harga pokok produksi.
Permasalahannya bahwa ternyata kemudian biaya pengendalian menjadi beban
konsumen.
Atas dasar pemikiran ini maka pilihan teknologi
.pengolahan harus merupakan kebijaksanaan perlindungan konsumen baik
dari sudut pencemaran itu sendiri maupun dari segi biaya.
Pada
umumnya jenis pencemar melalui udara terdiri dari bermacam-macam senyawa
kimia baik berupa limbah maupun bahan beracun dan berbahaya yang
tersimpan dalam pabrik.
Limbah gas, asap dan debu melalui udara adalah:
1. Debu : Berupa padatan halus
2. Karbon monoksida : Gas tidak berwarna dan tidak berbau
3. Karbon dioksida : Gas, tidak berwarna, tidak berbau
4. Oksida nitrogen : Gas, berwarna dan berbau
5. Asap : Campuran gas dan partikel berwarna hitam: CO2 dan SO2
6. Belerang dioksida : Tidak berwarna dan herbau tajam
7. Soda api : Kristal
8. Asam chlorida : Berupa larutan dan uap
9. Asam sulfat : Cairan kental
10. Amoniak : Gas tidak berwarna, berbau
11. Timah hitam : Gas tidak berwarna
12. Nitro karbon : Gas tidak berwarna
13. Hidrogen fluorida : Gas tidak berwarna
14. Nitrogen sulfida : Gas, berbau
15. Chlor : Gas, larutan dan berbau
16. Merkuri : Tidak berwarna, larutan