Senin, 22 Agustus 2011

BADUI

Badui


Badui merupakan jenis
tarian rakyat yang
menggambarkan suatu
adegan peperangan atau
serombongan prajurit yang
sedang latihan perang.
Dilihat dari cara
penyajiannya, tarian ini
termasuk tarian kelompok
berpasangan.
Komposisi yang dipakai
berbentuk barisan.
Kadang-kadang membentuk
dua barisan, kadang-kadang
pula melingkar berhadapan.
Fungsi dari kesenian ini di
samping sebagai alat dakwah
agama Islam juga
merupakan tontonan yang
eksotik bagi masyarakat.
Seni Badui yang kini masih
hidup dan berkembang di
daerah kabupaten Sleman
kebanyakan berasal dari
daerah Kedu, sedang di
daerah Kedu sendiri juga
merupakan kesenian rakyat
yang semula dibawa oleh
seseorang dari tanah Arab”.
Kisah kedatangan kesenian
ini adalah sebagai berikut:
“Dulu ada orang Indonesia
yang lama tinggal di tanah
Arab.
Selama di sana dia
mengetahui dan banyak
melihat kesenian Badui
tersebut. Di samping itu, ia
juga melihat kesenian
suhanul Muslim, yaitu
kesenian orang/bangsa Arab
Qurais.
Kemudian setelah ia
kembali ke tanah air, ia
tinggal di desa Mendut,
sebelah utara Borobudur/
Kedu.
Di desanya ia
mengembangkan kesenian
Badui tersebut yang thema
dan bentuknya masih sama
dengan asal mulanya yang
dilihat di tanah Arab, namun
sementara itu ada bagian-
bagian yang diselaraskan
dengan keadaan masyarakat
kita, terutama syair-syair
dan kata-kata yang
dilagukannya.
Seni Badui yang sekarang ini
telah banyak mengalami
perkembangan terutama di
dalam lagu dan syairnya”.
Jumlah para pendukung
pementasan kesenian Badui
tidak tentu.
Biasanya sekitar 40 orang
dengan perincian 10 orang
sebagai pemegang
instrumen musik dan
vokalis, sedangkan yang 30
orang sebagai penarinya.
Penari terdiri dari laki-laki
yang usianya rata-rata
antara 12 - 30 tahun.
Kostum yang dipakai pemain
terdiri dari peci Turki
berwarna merah (kanigoro)
atau kuluk temanten yang
berwarna merah yang ada
kucirnya, baju putih lengan
panjang, rompi, celana panji,
kain (rampekan) stagen dan
ikat pinggang, kaos kaki dan
sepatu putih.
Para penari membawa godo/
gembel (senjata dan kayu).
Vokal disampaikan dalam
bentuk lagu dan dibawakan
secara bergantian antara
penari dengan vokalis,
bersama dengan pemegang
instrumen musik (saut-
sautan, Jawa).
Syair yang dibawakan ada
yang diambil dari Kitab
Kotijah Badui tetapi ada juga
yang disusun sendiri, dan
berisikan uraian tentang
budi pekerti, kepahlawanan,
persatuan/kesatuan dan
lain-lain.
Kesenian ini biasanya
dipentaskan pada malam
hari, selama kurang lebih 4,5
jam, mulai dari jam 20. 00
hingga jam 00. 30.
Alat penerangan yang
digunakan adalah lampu
petromak.
Ada kalanya pula tarian ini
diselingi dengan pencak
silat, dan dalam tarian
pencak silat ini para
pemainnya kadang ada yang
dapat mencapai trance.
Posisi kaki penari umumnya
terbuka, sedangkan posisi
lengan rendah dan tinggi.
Konsep pentas yang
digunakan ialah arena
dengan desain lantai
lingkaran dan lurus.
Instrumen yang
dipergunakan adalah
genderang (tambur) satu
buah, terbang genjreng 3
buah dan satu jedor.
Kadang-kadang ditambah
sebuah peluit yang berfungsi
untuk memberi aba-aba
akan dimulainya
pementasan, pergantian
posisi, maupun berhenti /
selesainya pertunjukan.

1 komentar: